Sekolah Bayar Sayur, Apakah ada? Ini Sosok Pendirinya

Wartasiana.com| Sekolah merupakan transportasi guna memajukan suatu bangsa dan negara. Di masa sekolah inilah, negara hadir mendidik dan melahirkan calon pemimpin bangsa.

Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik menjadi lebih aktif dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga nantinya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan.

Upaya dan peran pemerintah dalam meningkatkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia dapat kita lihat dari dikeluarkannya berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah dikeluarkannya sebuah program wajib belajar. Dalam peraturan pemerintah No. 47 tahun 2008 tentang program wajib belajar 9 tahun yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.

Pada saat ini, pemerintah pada tahun 2013 telah mengeluarkan program wajib belajar 12 tahun atau sering disebut dengan program pendidikan menengah universal sebagai lanjutan dari program wajib belajar 9 tahun.

Adanya program lanjutan ini dimaksudkan
untuk menjaga keberhasilan dan kesinambungan dari program sebelumnya sekaligus untuk menyiapkan generasi emas di Indonesia tahun 2045.

Namun pada kenyataannya, masih sering kita jumpai anak-anak yang putus sekolahnya sehingga ini membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia masih belum merata dan program tersebut belum sepenuhnya behasil.

Berdasarkan data yang dirilis https://statistik.data.kemdikbud.go.id/, anak putus sekolah pada tahun 2021/2022 tingkat SD di Provinsi Jawa Timur sebesar 2.468 siswa, tingkat SMP sebesar 2.438 siswa, tingkat SMA sebesar 734 siswa, sedangkan tingkat SMK sebesar 1.765 siswa.

Muhammad Farid pendiri SMP Alam Banyuwangi Islamic School. Foto: Blog @echaimutenan

Dari nilai yang bisa dikatakan darurat evaluasi inilah, Muhammad Farid, putra daerah asli Banyuwangi, Jawa Timur mendirikan sekolah SD dan SMP Alam di bawah Yayasan Banyuwangi Islamic School di lahan seluas 3.000 meter persegi.

Yang patut menjadi perhatian adalah sebagian besar siswanya, mayoritas dari keluarga kurang mampu sehingga mereka boleh membayar sekolah dengan sayur-mayur, bahkan jika memang terpaksa tidak bisa membayar, boleh sekolah gratis.

Pria kelahiran Banyuwangi pada 19 April 1976 ini adalah salah satu penerima penghargaan Satu Indonesia Award di tahun 2010.

Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra untuk generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Melalui program ini, Astra juga mendorong para anak muda yang terlibat dalam SATU Indonesia Awards untuk berkolaborasi dengan program unggulan KBA dan DSA.

Diharapkan, mereka bisa memberikan dampak positif yang lebih besar dan kontribusi yang berkelanjutan pada usaha-usaha pembangunan di daerahnya.

Dikutip dari blog @echaimutenan, Muhammad Farid mendirikan sekolah SMP Alam bermula dari dirinya akan membuat tesis S2 Manajemen Pendidikan.

Gayung bersambut dengan adanya kebun kafe yang tidak dikelola pemiliknya, akhirnya tanah seluas hampir setengah hektar itu pun menjadi sekolah.

Kalau dilihat di data Dinas Pendidikan, Sekolah Alam Banyuwangi Islamic School ini didirikan di bawah naungan Yayasan Bina Insan Islami pada tanggal 6 Januari 2005. Beralamat di Jl. KH. Imam Bahri Villa Alam Asri Jenesari Genteng Kulon, Banyuwangi.

Dirinya bertekad akan membangun sekolah alam di Banyuwangi, tapi biaya pendidikan yang murah dan terjangkau.

Dulu memang didaftarkan bersamaan dengan tingkat sekolah dasar, namun karena lokasi berada di dusun terpadu jadi yang diperbolehkan beroperasi hanyalah di tingkat SMP saja.

“Sekolah alam Banyuwangi Islamic School memang mengusung konsep ma’had yang mirip dengan pesantren. Jadi anak-anak tidak hanya bersekolah pelajaran umum saja, tapi juga pelajaran agama. Di sini anak akan belajar kalau pesantren itu menyenangkan,” ujarnya kepada @echaimutenan.

Walaupun pesantren, anak-anak diperbolehkan pulang pada hari sabtu dan minggu. Kemudian bertambah lama tinggal di pesantrennya, mulai sebulan hingga menjadi setiap enam bulan sekali.

Seperti impian awal saat membangun sekolah alam Banyuwangi Islamic School ini, Farid memang terus berkomitmen untuk mencari anak-anak tidak mampu agar mau bersekolah.

Bahkan sudah 100 orang siswa yang aktif bersekolah berasal dari berbagai macam daerah, mulai Palangkaraya, Madura, Jember, dan Bali. Hampir seluruh pulau di Indonesia pernah bersekolah di sekolah alam ini.

Yang membedakan dengan sekolah lainnya, ternyata biaya pendidikannya bisa dibayar dengan sayuran bahkan cukup dengan doa. Dulu para murid setiap Sabtu pulang ke rumah dan saat kembali di hari Minggu membawa sayuran.

Sayuran itu kemudian diolah di dapur untuk dimasak sebagai menu anak-anak. Bila ada sayuran lebih maka akan dibagikan ke guru-guru pengajar juga. Bukan hanya biaya masuk yang bisa dibayar dengan sayuran, tapi juga gaji para guru pengajar juga dibayar pakai sayur.

Dan sekarang SMP Alam BIS terakreditasi B yang dikelola dengan lebih profesional, jadi sudah menerima pembayaran biaya sekolah dengan mata uang rupiah. Guru-guru pengajar di sana pun akhirnya juga menerima gaji sebagai penghasilannya.

Tapi hingga saat ini masih sangat diperbolehkan untuk murid yang akan membayar biaya sekolah menggunakan sayur bahkan doa. Bukan hanya itu, kadang orang tua membawakan lauk pauk yang bisa diolah seperti ikan untuk membayar biaya sekolah.

“Komitmen awal saya membangun sekolah alam Banyuwangi Islamic School ini memang anak kaum dhuafa bisa bersekolah dengan layak dan baik. Bayar sekolahnya pakai sayur bahkan doa akan selalu diterima oleh kami,” tuturnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *